Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Gambaran Umum Perbankan Syariah

 



Gambaran Umum Perbankan Syariah

Bank Syariah merupakan lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam, khususnya yang bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang nonproduktif seperti perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar), berprinsip keadilan, dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal. Bank Syariah sering dipersamakan dengan bank tanpa bunga. Bank tanpa bunga merupakan konsep yang lebih sempit dari bank Syariah, ketika sejumlah instrumen atau operasinya bebas dari bunga. Bank Syariah, selain menghindari bunga, juga secara aktif turut berpartisipasi dalam mencapai sasaran dan tujuan dari ekonomi Islam yang berorientasi pada kesejahteraan sosial.

Prinsip-prinsip Dasar Perbankan Syariah Dalam operasinya, bank Syariah mengikuti aturan-aturan dan norma-norma Islam, seperti yang disebutkan dalam pengertian di atas, yaitu: 1) Bebas dari bunga (riba); 2) Bebas dari kegiatan spekulatif yang non produktif seperti perjudian (maysir); 3) Bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar); 4) Bebas dari hal-hal yang rusak atau tidak sah (bathil); dan 5) Hanya membiayai kegiatan usaha yang halal.

Secara singkat empat prinsip pertama biasa disebut anti MAGHRIB (maysir, gharar, riba, dan bathil).

Pelarangan Riba Bank Syariah beroperasi tidak berdasarkan bunga, sebagaimana yang lazim dilakukan oleh bank konvensional, karena bunga mengandung unsur riba yang jelas-jelas dilarang dalam Al Qur’an. Bank syariah beroperasi dengan menggunakan prinsip lain yang diperbolehkan oleh Syariah. Bagi Muslim yang tidak menghiraukan larangan ini, Allah dan Nabi Muhammad s.a.w. menyatakan perang dengan mereka (QS 2:279). Riba berarti ‘tambahan’, yaitu pembayaran “premi” yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman di samping pengembalian pokok, yang ditetapkan sebelumnya atas setiap jenis pinjaman. Dalam pengertian ini riba memiliki persamaan makna dan kepentingan dengan bunga (interest) menurut ijma’ ‘konsensus’ para fuqaha tanpa kecuali (Chapra, 1985). Menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil (Saeed, 1996). Dikatakan bathil karena pemilik dana mewajibkan peminjam untuk membayar lebih dari yang dipinjam tanpa memperhatikan apakah peminjam mendapat keuntungan atau mengalami kerugian. Riba dilarang dalam Islam secara bertahap, sejalan dengan kesiapan masyarakat pada masa itu, seperti juga tentang pelarangan yang lain seperti judi dan minuman keras. Tahap pertama disebutkan bahwa riba akan menjauhkan kekayaan dari keberkahan Allah, sedangkan sedekah akan meningkatkan keberkahan berlipat ganda (QS 30: 39). Tahap kedua, pada awal periode Madinah, praktek riba dikutuk dengan keras (QS 4: 161), sejalan dengan larangan pada kitab[1]kitab terdahulu. Riba dipersamakan dengan mereka yang mengambil kekayaan orang lain secara tidak benar, dan mengancam kedua belah pihak dengan siksa Allah yang amat pedih. Tahap ketiga, sekitar tahun kedua atau ketiga Hijrah, Allah menyerukan agar kaum muslimin menjauhi riba jika mereka menghendaki kesejahteraan yang sebenarnya sesuai Islam (QS 3: 130-132). Tahap terakhir, menjelang selesainya misi Rasulullah s.a.w., Allah mengutuk keras mereka yang mengambil riba, menegaskan perbedaan yang jelas antara perniagaan dan riba, dan menuntut kaum muslimin agar menghapuskan seluruh utang piutang yang mengandung riba, menyerukan mereka agar mengambil pokoknya saja, dan mengikhlaskan kepada peminjam yang mengalami kesulitan. Dalam beberapa Hadits, Rasulullah s.a.w. mengutuk semua yang terlibat dalam riba, termasuk yang mengambil, memberi, dan mencatatnya. Beliau s.a.w.


Perbedaan antara Buga dan Bagi Hasil

Bunga

Bagi Hasil

1.      Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi usaha akan selalu menghasilkan keuntungan

1.      Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil disepakati pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

2.       Besarnya persentase didasarkan pada jumlah dana/ modal yang dipinjamkan

2.      Besarnya rasio bagi hasil didasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh

3.       Bunga dapat mengambang/variabel, dan besarnya naik turun sesuai dengan naik turunnya bunga patokan atau kondisi ekonomi.

3.      Rasio bagi hasil tetap tidak berubah selama akad masih berlaku, kecuali diubah atas kesepakatan bersama

4.       Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah usaha yang dijalankan peminjam untung atau rugi.

4.      Bagi hasil bergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama.

5.       Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun keuntungan naik berlipat ganda.

5.      Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan.

6.       Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama.

6.      Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil

 

Alternatif yang ditawarkan oleh Islam sebagai pengganti riba/bunga yang utama adalah praktek bagi hasil, ketika peminjam dan yang meminjamkan berbagi dalam risiko dan keuntungan dengan pembagian sesuai kesepakatan. Dalam hal ini tidak ada pihak yang ditindas (dizalimi) oleh yang lain


Sumber : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.

Post a Comment for "Gambaran Umum Perbankan Syariah"