Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PERAN PEMUDA GENERASI MILENIAL MENJADI PENGAMAT DEMOKRASI

 


PERAN PEMUDA GENERASI MILENIAL MENJADI PENGAMAT DEMOKRASI DI ERA INDUSTRI 4.0 UNTUK MENUJU INDONESIA EMAS 2045

Siapa yang tidak tahu bahwa indonesia adalah negara yang menerapkan sistem politik demokrasi. Dalam sistem ini setiap individu memiliki hak untuk menentukkan pemimpin yang akan mengatur masa depan negaranya dan setiap individu juga memiliki hak untuk memberikan aspirasinya ke pemerintah yang berkuasa. Oleh karena itu, demokrasi adalah sistem politik kerakyatan dan tanpa adanya patisipasi rakyat, demokrasi tidak akan berjalan dengan baik.

Generasi muda merupakan partisipan penggerak awal demokrasi. Sikap pasif kaum muda akan menjadi suatu proses pelemahan demokrasi, karena kaum muda merupakan individu yang sangat kritis dalam menganalisis regulasi dan peka akan pemimpin yang tepat untuk kemajuan negaranya.

Namun sangat disayangkan , fenomena yang muncul pada saat ini adalah minat akan tema politik di antara anak-anak muda tampak tidak terlalu disukai. Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2012, didapati bahwa 79% anak muda di Indonesia tidak tertarik berpolitik.

Generasi melek politik menjadi sebutan tersendiri bagi anak muda. Hal ini dikarenakan, politik yang masih dianggap tabu oleh anak muda. Hanya segelintir anak muda yang mau ikut memahami tentang politik Indonesia yang unik.

Gernerasi milineal cenderung unik dibandingkan generasi sebelumnya. Keunikannya terletak pada penggunaan teknologi yang sangat kental. Karenanya, generasi milineal seakan tidak bisa lepas dari internet. Milineal yaitu generasi yang sangat kreatif dan percaya diri-lebih suka bekerja keras dalam bidang usaha yang digeluti, untuk kemudian dinikmati dengan perjalanan panjang dan pengalaman. Dengan ke kreatifan generasi milineal seharusnya memiliki peran penting untuk masa depan negeri Indonesia. Masa depan indonesia tergantung dari visi, dan nilai-nilai yang di serap oleh generasi milineal negeri ini. Oleh karena itu diharapkan generasi muda milenial dapat berperan dalam demokrasi Indonesia, harapan tersebut adalah generasi mileninal tidak perlu terjun langsung untuk menjadi pelaku politik di negeri ini tetapi generasi milenial sangat diharapkan menjadi pengamat demokrasi melalui social media dan memberikan krikitik kepada pembuat kebijakan ekonomi di negeri ini agar terhindar dari penyimpang yang dapat berimbas pada kerugian negara , sehingga cita -cita kita bersama dapat terwuju yaitu Indonesia emas di tahun 2045 nanti .

Partisipasi milenial dalam dunia politik sangat diperhitungkan, mengingat milenial merupakan bonus demografi bagi partai politik partisipasi dan idealisme generasi milenial bisa sangat menentukan dalam suatu kesuksesan dunia politik, terutama pada pesta politik yang akan Indonesia selenggarakan dalam bentuk pemilihan pemimpin dengan titel "orang nomor satu atau RI 1".

Berdasarkan data yang disajikan oleh  Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih milenial mencapai 70 juta-80 juta jiwa dari 193 juta pemilih. Artinya, sekitar 35-40 persen memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu dan menentukan siapa pemimpin pada masa mendatang.

Berdasarkan data yang disebutkan dapat ditarik kesimpulan generasi milenial merupakan salah satu kunci kesuksesan pemilihan umum. Namun, yang masih terus menjadi perdebatan sekarang adalah seberapa jauh tingkat partisipasi generasi milenial terhadap politik

Di Indonesia sendiri, utamanya terkait apatisme politik, hal ini terkonfirmasi dengan survei yang dirilis oleh CSIS dan Litbang Kompas. Survei CSIS yang dirilis pada awal November lalu menunjukkan bahwa hanya 2,3% dari generasi milenial yang tertarik dengan isu sosial-politik. Salah satu isu yang paling tidak diminati oleh generasi milenial. Litbang Kompas juga menunjukkan hanya 11% dari generasi milenial yang mau menjadi anggota partai politik

Kecenderungan pemikiran milenial yang melihat citra buruk pemimpin sekarang semakin membangun persepsi buruk mereka terhadap bidang politik yang akan berimbas pada kenyataan bahwa generasi milenial menjadi generasi yang kurang memperdulikan partisipasinya dalam kehidupan politik.

Banyaknya kasus yang melibatkan elit politik seperti korupsi, penyebaran berita hoax dan kesan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan masih melekat dalam persepsi kalangan muda terhadap dunia politik.

Sikap milenial yang sangat idealis inilah yang menjadikan mereka dalam golongan yang terkesan "mengacuhkan" kehidupan dunia politik. Dimana sekarang untuk mendulang suara antara petahana dan pesaingnya banyak cara yang dilakukan, penyebaran isu SARA dan praktek politik identitas dan lainnya menjadi sangat meresahkan kaum milenial untuk memilih

Untuk itu sangat disarankan bagi partai politik dan penyelenggara pemilihan umum serta institusi terkait untuk memberikan pemahaman menyeluruh berkaitan dengan perkembangan pemahaman dan paradigma generasi milenial terhadap kehidupan bidang politik

Penanaman pengubahan paradigma dalam perspektif pemilih pemula sangat disarankan agar tidak terjadi paham politik kolot  yang tidak menarik minat milenial untuk terlibat dalam dunia politik. Halnya seperti politik identitas yang sekarang sedang menyeruak dan politik yang terkesan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan suara.

Dengan banyaknya kasus golput yang melibatkan generasi milenial sebagai peserta aktif, perlu adanya perhatian khusus dan berbagai sosialisasi kekinian untuk menarik minat generasi milenial untuk berpartisipasi dan terlibat dalam dunia politik yaitu dengan menyesuaikan dengan keadaan era revolusi industry 4.0 yang sangat melekat pada generasi milenial saat ini, yaitu sosialisasi menggunakan social media yang efektif dapat bersentuhan langsung dengan kaum melenial saat ini, mendekati milenial adalah sebuah keharusan. Karena itu, mendekati media sosial pun menjadi sebuah keniscayaan. Menurut survei CSIS, sebanyak 81,7% milenial memiliki Facebook, 70,3% memiliki Whatsapp, 54,7% memiliki Instagram. Twitter sudah mulai ditinggalkan milenial, hanya 23,7% yang masih sering mengaksesnya.

Penggunaan media sosial untuk kampanye politik tidak bisa dihindarkan. Tidak ada pula yang salah terkait itu. Para politisi tentu juga sudah sadar bahwa media sosial sudah menjadi arus utama informasi generasi milenial. Karena itu, mendekati milenial melalui media sosial juga harus dengan cara-cara yang bijak. Bukan dengan menjejali mereka dengan informasi yang tak bermutu hanya untuk meraup suara mereka semata

Politisi punya tanggung jawab untuk memberikan edukasi politik, atau konten yang positif kepada generasi milenial melalui media sosial sehingga kesadaran politik yang terbangun adalah kesadaran politik yang positif. Catatan lain yang juga penting, politisi atau utamanya elite politik tak boleh mendekatkan diri kepada milenial semata untuk mendapatkan suara ketika kampanye saja

Dengan ikut berpartisipasi dalam pemilu. Sebelum pemilu, Pemuda harus turut mengawasi program-program kerja yang dikampanyekan oleh calon kepala daerah atau legislatif. Disamping itu, contoh dari partisipasi politik lainnya yaitu keikutsertaan dalam demonstrasi, petisi dan juga media sosial, seperti diskusi-diskusi online atau aksi protes media sosial. Hal-hal tersebut merupakan cara untuk menyampaikan suara kita sebagai masyarakat kepada para pejabat pemerintahan.

Untuk mahasiswa keterlibatan politik bisa diawali dengan aktif dalam organisasi kampus. Seperti pemilihan ketua BEM atau ketua organisasi. Ikut terlibat aktif dalam organisasi kampus berarti turut berkontribusi untuk pengembangan organisasi ke arah yang lebih baik. Masih ingin tahu lebih banyak tentang politik? Kita sebagai pemuda Indonesia juga bisa mendaftarkan diri menjadi anggota partai politik atau ikut gerakan sosial.

Kesadaran politik milenial harus dibarengi dengan memberikan mereka panggung di politik Indonesia. Sudah waktunya elite politik memberikan generasi milenial tempat di panggung politik Indonesia. Jangan sampai apa yang dikatakan Daniel Wittenberg pada 2013 lalu menjadi kenyataan di Indonesia. Milenial mulai suka dengan isu politik, tapi mereka tersingkirkan karena tidak diberi tempat

Perlu diingat dan dicatat, bahwa bangsa yang kuat adalah bangsa yang bisa mengkader para pemudanya untuk mampu mengemban estafet kepemimpinan dalam segala bidang. Pemuda harus mempunyai karakter leader dalam dirinya, guna mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki. Semisal maju dalam kontestasi politik di Indonesia. Kalau politik digambarkan sebagai hal yang menakutkan oleh sebagaian besar masyarakat maka pemuda harus terlibat aktif dalam memperbaiki kondisi perpolitikan di Indonesia. Kondisi perpolitikan yang kian hari kian terpuruk, tak bisa dibiarkan terus menerus seperti itu

Politisi muda diharapkan mempunyai kapasitas intelektual yang memadai untuk berkiprah dalam perpolitkan. Selain kapasitas intelektual, pemuda juga dituntut mempunyai kapasitas moral agar dalam berpolitik mempunyai integritas moral. Hal tersebut dimaksudkan agar dalam berpolitik pemuda mampu berperilaku santun dihadapan rakyat.

Politisi muda harus mampu menjadi teladan bagi masyarakat. Oleh karena itu, Pemuda juga harus memberikan pendidikan politik yang benar bagi bangsa ini. Bagaimanapun, masyarakat harus diberikan pendidikan politik yang benar, dan tidak hanya diberikan `sampah` perdebatan yang menyesatkan logika politik.

Pemuda diharapkan bisa menjadi alternatif untuk memperbaiki kualitas politik yang kian hari semakin memprihatinkan. Tak hanya itu, Pemuda harus mampu menegakkan demokrasi dan upaya perbaikan kondisi bangsa yang semakin tertinggal jauh dari bangsa lain

Post a Comment for "PERAN PEMUDA GENERASI MILENIAL MENJADI PENGAMAT DEMOKRASI"