Pengertian Riba
Pengertian Riba
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 278-280)
Riba dapat timbul dalam pinjaman
(riba dayn) dan dapat pula timbul dalam perdagangan (riba bai’). Riba bai’
terdiri dari dua jenis, yaitu riba karena pertukaran barang sejenis, tetapi
jumlahnya tidak seimbang (riba fadl), dan riba karena pertukaran barang sejenis
dan jumlahnya dilebihkan karena melibatkan jangka waktu (riba nasiah).
Riba dayn berarti ‘tambahan’, yaitu
pembayaran “premi” atas setiap jenis pinjaman dalam transaksi hutang-piutang
maupun perdagangan yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman
di samping pengembalian pokok, yang ditetapkan sebelumnya. Secara teknis, riba
berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil (Saeed,
1996). Dikatakan bathil karena pemilik dana mewajibkan peminjam untuk membayar
lebih dari yang dipinjam tanpa memperhatikan apakah peminjam mendapat
keuntungan atau mengalami kerugian. Rasulullah SAW pernah menunjukkan bagaimana
urgensi pelarangan riba dalam sebuah bangunan ekonomi dengan menerangkan bahwa
pemberian hadiah yang tak lazim atau sekedar memberikan tumpangan pada
kendaraan dikarenakan seseorang merasa ringan akibat sebuah pinjaman adalah
tergolong riba.
Riba dilarang dalam Islam secara
bertahap, sejalan dengan kesiapan masyarakat pada masa itu, seperti juga
tentang pelarangan yang lain, seperti judi dan minuman keras. Tahap pertama
disebutkan bahwa riba akan menjauhkan kekayaan dari keberkahan Allah, sedangkan
sedekah akan meningkatkan keberkahan berlipat ganda (QS 30: 39). Tahap kedua,
pada awal periode Madinah, praktek riba dikutuk dengan keras (QS 4: 161),
sejalan dengan larangan pada kitab-kitab terdahulu. Riba dipersamakan dengan
mereka yang mengambil kekayaan orang lain secara tidak benar, dan mengancam
kedua belah pihak dengan siksa Allah yang amat pedih. Tahap ketiga, sekitar
tahun kedua atau ketiga Hijrah, Allah menyerukan agar kaum muslimin menjauhi
riba jika mereka menghendaki kesejahteraan yang sebenarnya sesuai Islam (QS 3:
130-132). Tahap terakhir, menjelang selesainya misi Rasulullah s.a.w., Allah
mengutuk keras mereka yang mengambil riba, menegaskan perbedaan yang jelas
antara perniagaan dan riba, dan menuntut kaum muslimin agar menghapuskan
seluruh hutang piutang yang mengandung riba, menyerukan mereka agar mengambil
pokoknya saja, dan
mengikhlaskan kepada peminjam yang
mengalami kesulitan (QS 2: 275-279). Dalam beberapa Hadits, Rasulullah s.a.w.
mengutuk semua yang terlibat dalam riba, termasuk yang mengambil, memberi, dan
mencatatnya. Beliau s.a.w. menyamakan dosa riba sama dengan dosa zina 36 kali
lipat atau setara dengan orang yang menzinahi ibunya sendiri (Chapra, 1985).
Inti dari riba dalam pinjaman (riba
dayn) adalah adalah tambahan atas pokok, baik sedikit maupun banyak. Dalam
bahasa Indonesia riba diartikan sebagai bunga (baik sedikit maupun banyak).
Dalam bahasa Inggris riba dapat diartikan interest (bunga yang sedikit) atau
usury (bunga yang banyak). Sebagian besar ulama berpendapat usury maupun
interest termasuk riba. Menurut ijma’ ‘konsensus’ para fuqaha tanpa kecuali,
bunga tergolong riba (Chapra, 1985) karena riba memiliki persamaan makna dan
kepentingan dengan bunga (interest). Lebih jauh lagi, lembaga-lembaga Islam
internasional maupun nasional telah memutuskan sejak tahun 1965 bahwa bunga
bank atau sejenisnya adalah sama dengan riba dan haram secara syariah.
Post a Comment for "Pengertian Riba"